Riwayat Pengonversi Agama

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki, Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Centre

Di televisi, kita sering melihat selebritis dan pesohor yang pindah agama dengan berbagai alasan. Memang di negeri ini, orang pindah agama semudah pindah kontrakan. Kapanpun jika mau dan sudah tidak betah, bisa pindah. Bahkan ada tokoh di Orde Baru yang bolak-balik, keluar masuk Islam walau akhirnya ia wafat sebagai seorang Muslim.

Menurut Yudi Muljana, seorang muallaf yang menjadi nara sumber pada FGD Penyusunan Modul Pelatihan Anti Pemurtadan yang diselenggarakan oleh Jakarta Islamic Centre (JIC) (Senin,25/03/2013), masalah perilaku perpindahan agama atau keyakinan dalam  ilmu psikologi agama disebut konversi agama. Menurutnya, jenis-jenis konversi agama dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konversi internal dan eksternal. Konversi agama internal: terjadi saat seseorang pindah aliran tertentu ke aliran lain, seperti Khatolik ke Protestan. Sedangkan konversi agama dalam Islam hanya konversi eksternal, tidak ada konversi internal karena dalam Islam, perbedaan di kelompok-kelompok Islam hanya pada hal-hal yang bersifat penafsiran. Rukun Iman, Rukun Islam, Rukun Ihsan menjadi standar keislaman. Karena ketika seorang Muslim keluar dari standar keislaman, maka ia tidak lagi disebut Muslim, melainkan Murtadin.

Lalu, apa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan konversi agama? Masih menurut Yudi Muljana bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya konversi agama karena petunjuk ilahi atau hidayah. Pendapatnya ini mengutip pendapat William James dalam bukunya yang berjudul The Varietes of Religious Experience dan Max Heirich dalam bukunya yang berjudul Changes of Heart. Juga merujuk kepada firman Allah SWT, ”Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS.al-Qashash:56).

Firman Allah SWT,” Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendakiNya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS.al-An’am:125).

Namun selain faktor hidayah, faktor riwayat dari orang yang pindah agama juga menentukan. Menurut Yudi Muljana, mengutip pendapat Zakiah Daradjat, dalam masalah konversi agama pasti mempunyai riwayat. Artinya, seseorang yang pindah agama, bukan hanya disebabkan gencarnya ajakan pendakwah atau misionaris, bukan juga faktor sosiologis (hubungan antar pribadi, kebiasaan rutin, pengaruh propaganda, pengaruh pimpinan keagamaan), tetapi lebih disebabkan oleh riwayat dari orang yang pindah agama tersebut. Jadi, jangan menyalahkan pendakwah atau misionaris karena memang sudah menjadi ajaran agama untuk mengajak orang menjadi pengikut agama si pendakwah atau si misionaris. Namun, selidikilah riwayat dari orang yang pindah agama, maka ini akan menguak penyebab-penyebab yang ternyata sangat personal sehingga dapat dijelaskan secara ilmiah dengan pendekatan psikologis mengapa seorang yang berpendidikan tinggi dan mendapatkan pendidikan agama yang memadai, anak dari seorang kyai, bahkan yang memiliki status ustadzah atau ustadz, murtad dari Islam?

Mengenai riwayat pelaku konversi agama, para psikolog berpendapat bahwa faktor penyebab terjadinya seseorang melakukan konversi agama karena riwayat adalah: Pertama, faktor internal: kepribadian dan angka kelahiran. Kepribadian mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian W.James menemukan tipe melankolis memiliki kerentanan perasaan yang dapat menyebabkan terjadinya konversi agama. Guy E. Swanson dalam penelitiannya menemukan ada semacam kecenderungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stres. Kondisis tersebut banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama; kedua, faktor eksternal : keadaan di keluarga (tertolak, keluarga berantakan); lingkungan tempat tinggal; perubahan status (perceraian, perubahan pekerjaan, pernikahan); kemiskinan; dan kondisi pendidikan. Untuk kondisi pendidikan, di sekolah berciri khas, semua siswa tanpa kecuali harus mengikuti pendidikan agama yang ada sehingga sangat mudah bagi siswa yang beda agama untuk melakukan konversi agama.

Dari paparan Yudi Muljana ini dan paparan nara sumber lainnya, yaitu H. Insan L.S. Mokoginta dan H.Wachid Rosyid Lasiman, paparan peserta FGD yang mewakili PW Muhammadiyah, PW NU, PW Persis, FUHAB dan lainnya tentang kondisi rumah tangga dan pribadi umat Islam di Ibukota, terutama di kalangan remaja, kita patut prihatin karena kasus-kasus konversi agama sangat mudah terjadi akibat riwayat yang buruk, bukan karena gencarnya upaya pemurtadan. Dari hasil FGD ini, bersama pihak-pihak terkait, JIC akan melakukan berbagai upaya untuk mencegah berpindahnya seorang muslim ke agama yang lain terlebih karena faktor riwayatnya. Karena segencar apapun pihak lain memurtadkan, selama pribadi-pribadi umat Islam memiliki riwayat yang bagus, kemungkinan besar usaha pemurtadan tidak akan berhasil. Untuk hal ini, kita perlu belajar banyak dari non muslim yang telah matang dan berpengalaman dengan program-program yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga pengikutnya tidak mudah murtad hanya gara-gara sembako. ***  (Sumber: https://islamic-center.or.id/riwayat-pengkonversi-agama/)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *